Kabupaten
Sinjai mempunyai nilai histories tersendiri, dibanding dengan
kabupaten-kabupaten yang di Propinsi Sulawesi Selatan. Dulu terdiri dari
beberapa kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan yang tergabung dalam
federasi Tellu Limpoe dan Kerajaan – kerajaan yang tergabung dalam
federasi Pitu Limpoe.
Tellu limpoe terdiri dari kerajaan-kerajaan yang berada dekat pesisir pantai yakni Kerajaan yakni Tondong, Bulo-bulo dan Lamatti, serta Pitu Limpoe adalah kerajaan-kerajaan yang berada di daratan tinggi yakni Kerajaan Turungen, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka.
Watak
dan karakter masyarakat tercermin dari system pemerintahan demokratis
dan berkedaulatan rakyat. Komunikasi politik di antara
kerajaan-kerajaan dibangun melalui landasan tatanan kesopanan Yakni Sipakatau yaitu Saling menghormati, serta menjunjung tinggi nilai-nilai konsep “Sirui Menre’ Tessirui No’ yakni saling menarik ke atas, pantang saling menarik ke bawah, mallilu sipakainge yang bermakna bila khilaf saling mengingatkan.
Sekalipun dari ketiga kerajaan tersebut tergabung ke dalam Persekutuan Kerajaan Tellu Limpo’E namun pelaksanana roda pemerintahan tetap berjalan pada wilayahnya masing-masing tanpa ada pertentangan dan peperangan yang terjadi diantara mereka.
Bila ditelusuri hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di kabupaten Sinjai di masa lalu, maka nampaklah dengan jelas bahwa ia terjalin dengan erat oleh tali kekeluargaan yang dalam Bahasa Bugis disebut SIJAI artinya sama jahitannya.
Hal ini diperjelas dengan adanya gagasan dari LAMASSIAJENG Raja Lamatti X untuk memperkokoh bersatunya antara kerajaan Bulo-Bulo dan Lamatti dengan ungkapannya "PASIJA SINGKERUNNA LAMATI BULO-BULO" artinya satukan keyakinan Lamatti dengan Bulo-Bulo, sehingga setelah meninggal dunia beliau digelar dengan PUANTA MATINROE RISIJAINA.
Eksistensi
dan identitas kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai di masa
lalu semakin jelas dengan didirikannya Benteng pada tahun 1557. Benteng
ini dikenal dengan nama Benteng Balangnipa, sebab didirikan di
Balangnipa yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Sinjai.Disamping
itu, benteng ini pun dikenal dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena
didirikan secara bersama-sama oleh 3 (tiga) kerajaan yakni Lamatti, Bulo-bulo, dan Tondong lalu dipugar oleh Belanda melalui perang Manggarabombang.
Agresi
Belanda tahun 1859 – 1561 terjadi pertempuran yang hebat sehingga dalam
sejarah dikenal nama Rumpa’na Manggarabombang atau perang
Mangarabombang, dan tahun 1559 Benteng Balangnipa jatuh ke tangan
belanda.
Tahun 1636 orang
Belanda mulai datang ke daerah Sinjai. Kerajaan-kerajaan di Sinjai
menentang keras upaya Belanda untuk mengadu domba menentang keras upaya
Belanda unntuk memecah belah persatuan kerajaan-kerajaan yang ada di
suilawesi Selatan. Hal ini mencapai puncaknya dengan terjadinya peristiwa
pembunuhan terhadap orang-orang Belanda yang mencoba membujuk Kerajaan
Bulo-bulo untuk melakukan peran terhadap kerajaan Gowa.Peristiwa ini
terjadi tahun 1639.
Hal ini disebabkan oleh rakyat Sinjai tetap perpegan teguh pada PERJANJIAN TOPEKKONG. Tahun 1824 Gubernur Jenderal Hindia Belanda VAN DER CAPELLAN datang dari Batavia untuk membujuk I CELLA ARUNG
Bulo-Bulo XXI agar menerima perjanjian Bongaya dan mengisinkan Belanda
Mendirikan Loji atau Kantor Dagang di Lappa tetapi ditolah dengan
tegas.
Tahun 1861 berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Sulawesi dan Daerah, takluknya wilayah
Tellulimpoe Sinjai dijadikan satu wilayah pemerintahan dengan sebutan
Goster Districten. Tanggal 24 pebruari 1940, Gubernur Grote
Gost menetapkan pembangian administratif untuk daerah timur termasuk
residensi Celebes, dimana Sinjai bersama-sama beberapa
kabupaten lainnya berstatus sebagai Onther Afdeling Sinnai terdiri dari
beberapa adats Gemenchap, yaitu Cost Bulo-bulo, Tondong, Manimpahoi,
Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi dan Turungeng.
Pada
masa pendudukan Jepang, struktur pemerintahan dan namanya ditatah
sesuai dengaan kebutuhan Bala Tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945 yakni tanggal 20 Oktober 1959 Sinjai resmi menjadi sebuah kabupaten berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1959.
Dan pada tanggal 17 Pebruari 1960 Abdul Latief dilantik menjadi Kepala Daerah Tingak II Sinjai yang Pertama.
Hingga saat ini Kabupaten Sinjai telah dinahkodai oleh 7 (tujuh) orang putra terbaik yakni dan saat ini Kabupaten Sinjai dipimpin oleh Bapak Andi Rudiyanto Asapa, SH, MH.
Dengan motto SINJAI BERSATU Kabupaten sinjai terus maju dan berkembang menuju masa depan yang cerah..............!!!
Sumber : www.sinjai.go.id
Jakarta Selatan, 21 Agustus 2012
Pasar Minggu, Jl. Poltangan Raya No. 48
Penulis :IKHSAN,S.Pd |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar