IKHSAN MUEL

Selasa, 21 Agustus 2012

Perahu Phinisi Selayang Pandang

Sejak  dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.
Perahu  Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugis yang sudah  terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalam naskah Lontarak  I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14 M. Menurut  naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putra  Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangat kokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum  pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar  penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Sawerigading membuat perahu tersebut  untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang  bernama We Cudai.
Singkat  cerita, Sawerigading berhasil memperistri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama  tinggal di Tiongkok, Sawerigading rindu kepada kampung halamannya. Dengan  menggunakan perahunya yang dulu, ia berlayar ke Luwu. Namun, ketika perahunya  akan memasuki pantai Luwu, tiba-tiba gelombang besar menghantam perahunya  hingga pecah. Pecahan-pecahan perahunya terdampar ke 3 (tiga) tempat di wilayah  Kabupaten Bulukumba, yaitu di Kelurahan Ara, Tana Beru, dan Lemo-lemo. Oleh  masyarakat dari ketiga kelurahan tersebut, bagian-bagian perahu itu kemudian dirakit kembali menjadi sebuah perahu yang megah dan dinamakan Perahu Pinisi.
Hingga  saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi, dimana para pengrajinnya tetap mempertahankan tradisi dalam pembuatan perahu tersebut,  terutama di Keluharan Tana Beru.

B. Keistimewaan

Ketika  berada di Pusat Kerajinan Perahu Pinisi di Tana Beru, para pengunjung akan  berdecak kagum melihat kepiawaian para pengrajinnya membuat Perahu Pinisi.  Mereka mampu membuat perahu yang sangat kokoh dan megah hanya berdasarkan pada  pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari nenek moyang mereka, tanpa  menggunakan gambar atau kepustakaan tertulis. Sejarah membuktikan bahwa Perahu Pinisi  Nusantara telah berhasil berlayar ke Vancouver Kanada, Amerika Serikat, pada  tahun 1986. Oleh karena kepiawaian para pengrajin tersebut, Kabupaten Bulukumba  dijuluki sebagai Butta Panrita Lopi, yaitu bumi atau tanah para ahli pembuat Perahu  Pinisi.
Pembuatan Perahu Pinisi cukup unik, karena proses pembuatannya memadukan keterampilan  teknis dengan kekuatan magis. Tahap pertama dimulai dengan penentuan hari baik  untuk mencari kayu (bahan baku).  Hari baik untuk mencari kayu biasanya jatuh pada hari ke-5 dan ke-7 pada bulan  yang sedang berjalan. Angka 5 menyimbolkan naparilimai dalle‘na, yang berarti rezeki sudah di tangan, sedangkan angka 7 menyimbolkan natujuangngi dalle‘na, yang berarti selalu mendapat rezeki. Tahap selanjutnya adalah menebang, mengeringkan dan memotong kayu. Kemudian kayu atau bahan baku tersebut dirakit menjadi sebuah perahu dengan  memasang lunas, papan, mendempulnya, dan memasang tiang layar. Tahap terakhir  adalah peluncuran perahu ke laut.
Tiap-tiap  tahap tersebut selalu diadakan upacara-upacara adat tertentu. Sebelum perahu  Pinisi diluncurkan ke laut, terlebih dahulu dilaksanakan upacara maccera lopi (mensucikan perahu) yang ditandai dengan pemyembelihan binatang. Jika Perahu Pinisi itu  berbobot kurang dari 100 ton, maka binatang yang disembelih adalah seekor kambing, dan jika bobotnya lebih dari 100 ton, maka binatang yang disembelih adalah  seekor sapi.

C. Lokasi

Pusat  Kerajinan Perahu Pinisi terletak di Kelurahan Tana Beru, Kecamatan Bontobahari,  Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.

D. Akses

Tana Beru sebagai Pusat Kerajinan Perahu Pinisi terletak sekitar 176 kilometer dari Kota Makassar atau 23 kilometer dari Kota Bulukumba. Perjalanan dari Kota Bulukumba ke Tana Beru dapat ditempuh dengan menggunakan mobil pribadi maupun angkutan umum berupa pete-pete (mobil mikrolet).

E. Harga Tiket Masuk

Pengunjung  yang datang ke Pusat Kerajinan Perahu Pinisi tidak dikenai tiket masuk.



Jakarta Selatan, 21 Agustus 2012
Pasar Minggu, Jl. Poltangan Raya No. 48
Penulis :IKHSAN,S.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar